Ruang keluarga itu tiba-tiba menjadi hening saat mereka mendengar langkah Arif memasukinya. Dengan perasaan malas, Arif pun menghentakan pantat nya di sofa yang paling ujung. Semua saudaranya menatap Arif dengan pandangan yang aneh, seolah –lah Arif adalah pesalah yang harus segera di adili.
“Rif,apa kamu tidak bisa mencari wanita lain selain dari dia! Apa sih yang bisa kamu banggakan dari wanita itu. Dia tu janda, ada anak lagi. Dia juga gak cantik-cantik amat , apalagi pendidikan nya, nol Rif. Dia juga bukan dari keturunan orang kaya, apa sih yang akan kamu banggakan dari wanita seperti itu. Kenapa kamu gak mau mencontoh kami, kakak-kakak mu.. Mas Imam, dia seorang pegawai negeri, Aku, seorang wakil Bupati. Mas mustofa, dia seorang alim ulama yang di segani masyarakat. Adik mu dik, dia serang Dokter, begitu pula ibu kita Rif, beliua seorang guru besar yang amat di hormati oleh warga. Nah kamu lihat! Isteri-isteri kami, mereka semua orang-orang yang berpendidikan, dan beriman. Tapi kamu…..!,Aku yakin kamu hanya akan mencoreng nama baik keluarga kita saja, dengan menikahi wanita itu. Kami tidak setuju kamu menikah dengan nya. Pokok nya sekarang kamu fikirkan baik-baik, kalau kamu memilh dia , maaf kami tak lagi menerima mu, pergilah kamu dengan nya…!” Hardik Mas Sri. . Nafas nya tersengal-sengal karena menahan emosi . Seisi ruangan diam. Semua saudara Arif seolah hendak mengatakan, bahwa apa yang baru saja di ucap kan Mas Sri adalah benar dan Arif harus menuruti nya.
“Apa perlu mbak carikan pendamping buat mu dik?” ucap mbak ipar Arif, memecah kesunyian. Arif masih diam. Jiwanya ingin berontak, kepalanya terasa berat, dadanya berdebar amat hebat, dan Arif merasa bahwa mereka telah mencampuri urusan pribadinya.Dia diam dalam perasaan yang tak menentu, karena dia merasa tidak terima kekasih yang di kenal nya ,yang di cintai nya di maki , dan di hina oleh saudaranya. Arif menghela nafas, di tatap nya satu per satu saudaranya, lalu dia beranjak tanpa berbicara sepatah kata pun.
“Rif……!” kembali mas Sri memanggil nya, namun sayang , Arif telah pun menutup pintu kamar nya.
“Ini semua gara – gara permpuan janda itu!” Mas Sri memekik sambil emosi. Semua saudara Arif hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala.
Arif adalah seorang pemuda dari keturunan orang berada di kota nya. Ayah ibu nya adalah seorang alim ulama , yang memiliki sebuah masjid agung, yang mampu menampung ribuan jemaah .Semua saudara Arif telah pun berkeluarga, dan telah memiliki pekerjaan yang tetap serta terhormat. Walau pun usia Arif telah dewasa, namun Arif belum juga mau menikah.
Enam tahun Arif menjadi seorang TKI(tenga kerja Indonesia) di Korea , kini dia bertambah dewasa. Mengerti arti hidup.Dan kini dia ingin membina mahligai rumah tangga.
Tiga tahun pertama di Korea, dia mengenal seorang wanita, dan Arif merasa cocok dengan nya. Bagi Arif status janda wanita itu memang tidak bermasalah, karena Arif sudah pun terlanjur sayang dengan nya. Arif bahkan sanggup menerima keadaan nya lahir dan batin. Namun, mengapa kini semua tiba-tiba mejadi masalah bagi keluarganya? Bukan kah aku yang akan menjalani nya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu kini selalu berkecambuk dalam fikiran nya.
Sambil berbaring di ranjang, tak tersa tiba-tiba air mata Arif berderai membasahi bantal. Dia tak kuasa menahan gejolak amarah nya yang kini menggebu di dadanya. Arif memang mempunyai sifat yang lain dari saudara-saudaranya, dia lembut dan tidak tega-nan.
“Maaf kan aku sayang, ……”? bisik Arif, pelan, sambil mencium foto kekasih nya. Ada perasan bersalah yang bercokol dalam dadanya, pada wanita itu .Wanita yang amat di cintai nya. Bagi Arif, dia yang faham akan dirinya, dewasa, penyayang, ramah, yang memanjakan nya dan dia yang berpengalaman ,dia juga yang telah membuka hati nya akan arti kehidupan.
“Ya Allah……. Haruskah nasib cintaku berakhir sedemikian? Bukan kah kami saling mencintai, kami saling memahami, tapi mengapa mereka semua justeru tak memahami kami?” kembali Arif bertanya pada Bantal dan guling, lirih dam amat menyayat hati.
Dari balik pintu, sepasang bola mata menatap nya, sambil berdegup hatinya dan berurai air mata. Wanita itu lalu masuk. Beliau mengelus-elus rambut putra yang amat di cintai nya itu.
“Beristikharah lah Nak, Bunda yakin engkau akan temui jawaban nya di sana. Yakin lah, bahwa Allah selalu bersama dengan orang-orang yang beriman dan selalu berdoa , serta memohon padanya” tutur bunda , lembut sambil terus mengusap-usap kepala putra nya. Arif bangkit,lalu duduk di tepi bundanya. Ditatap nya raut sang bunda, lalu Arif menyandarkan kepala nya di pangkuan nya. Arif tahu betul sifat bundanya yang memanjakan dirinya sejak kecil.
Ada ketenagan tersendiri kala sang bunda membelai rambutnya. Bagai menemukan sebuah pancaran air di tengah panasnya gurun pasir sahara.
“Matur sembah nuwun Bunda “ ucap Arif pada sang bunda, atas pengertian nya. Sang bunda mengangguk.
Malam menjelang, Arif keluar dari kamar nya, lalu berwudhu dan shalat berjamaah bersama. Malam ini di rumah Arif ada acara selamatan, serta makan-makan ,untuk merayakan kepulangan Arif dari Korea.
“Dik , kemari……..,” panggil sang kakak ipar. Arif lalu mendekat.
“Ada apa kak?” jawab Arif yang sambil menggendong keponakan nya.
“Kenal kan ini dik Eka, dia masih kuliah dan masih gadis” jawab sang kakak ipar.
“Deg,…. “ jantung Arif berdebar. Arif kaget melihat wanita itu, dan Arif mampu menebak maksud kakak ipar nya. Wanita itu tersenyum manis pada Arif. Raut wajah nya merona kala, mata bertemu mata, dan Arif pun tersenyum pada Eka, tampak Eka menunduk malu dan grogi.
“Eh ….kalian ngobrol-ngobrol dulu ya, biar Mbak yang menggendong anak ini” sang kakak ipar pun mengambil bocah itu dari gendongan Arif, dan dengan sengaja membiarkan Arif berduaan dengan Eka. Arif pun mengajak Eka duduk di kursi. Grogi tampak dari cara mereka berdua berbicara dan bertatap
Sejak pertemuan itu Arif jadi bertambah gundah. Eka juga wanita yang cantik dan terpelajar, sopan, baik lagi. Namun niat Nya telah bulat, yaitu ingin memper istri kekasih yang telah di kenal nya , tiga tahun yang lalu, apapun yang terjadi. Karena itu lah janji mereka berdua, selama mereka bersama. Arif mendesah pelan, sendirian di depan jendela kamar nya.
” Malam yang indah seharusnya,” gumam nya sambil menikmati indah nya sang rembulan yang malu-malu bersembunnyi di balik awan. Terdengar dari jauh suara jangkrik, dan juga seekor codot yang mungkin tengah berpesta , saat pisang yang di incar-incar akhir nya masak juga. Arif kembali menarik pandangan matanya yang tersangkut di bulan, kini di pejam kan ke dua matanya , angan nya jauh melayang mengejar bayangan wajah dan tawa sang kekasih nya.
Kala pagi menyapa, Hand Phone nya pasti akan menjeri-njerit , memohon sang empu nya agar segera mengangkat nya.
“Assallamualaikum Mas,……bangun, shalat subuh dulu ya, “ terdengar merdu suara kekasih hatinya .Dia selalu membangunkan Arif agar tidak pernah alpa untuk memenuhi panggilan Nya. Dan Arif pasti akan segera menggeliat, sambil tersenyum bahagia.
“Iya Mam, aku jadi semakin tak sabar untuk hidup bersamamu sayang,” jawab Arif yang telah terbiasa memanggil kekasih nya sebagai isteri, yaitu sebutan Mam.
“Ya insya Allah Mas , semoga saja kita berjodoh, saya juga ingin menjadi seorang isteri buat Mas, dan saya ingin melayani semua keperluan mas. Saya ingin meng infak kan seluruh hidup ku di jalan Allah melalui Mas, “ jawab kekasih nya.
“Ya sudah , biar Papa shalat dulu ya , Mama di sana juga hati-hati ya. Muachhhhhh………. I love you so much” jawab Arif, sambil mencium Hand Phone nya seoalah dia tengah mencium bibir sang kekasih.
“Glubrak…….!”
Tiba-tiba suara gaduh kucing beradu kekuatan , membuyarkan lamunan Arif. Dia menghela nafas sambil mendekap dadanya yang masih berdebar karena rasa kaget nya tadi.
“Asstaghfirrullah hal adzim,” Arif terduduk di ranjang sambil bibir nya tak berhenti dari istighfar. Ya Allah, lindungi dia dari apa pun bahaya , karena aku amat mencintai nya ya Allah
Setelah kejadian tadi siang, Arif jadi enggan untuk keluar kamar, enggan pula untuk bertemu muka dengan saudara-saudaranya. Entah lah , ada sedikit perasaan kecewa pada semua nya, yang tak mau memahami isi hati nya.
Jarum jam telah menunjukan jam tiga dini hari, getar suara hand phone di sebelah bantal memekik. Dengan cepat Arif melihat nya.
“Mas, katanya minta di bangunin jam tiga? Ini sudah waktunya.Bangun ya.” begitulah isi sms nya. Arif langsung bangun , lalu beranjak ke kamar mandi dan mejalan shalat istikharah di masjid depan rumah nya.
Arif begitu khusuk nya ,menghadap sang khalik, sesudah itu ,dia menadah kan kedua tangan nya sambil bermunajat, dan berharap doanya di Kabul kan oleh yang di atas sana.
“Ya Allah, sesungguh nya aku memohon kepada Mu, memilih mana yang baik menurut pengetahuan Mu. Dan aku memohon kepada Mu , untuk memberi ketentuan dengan kekuasaan Mu. Dan aku memohon anugerah Mu yang agung, karena sesungguh nya engkau Maha kuasa, sedang aku tak memiliki kekuasaan. Engkau Maha mengetahui sedang aku tidak mengetahui. Engkaulah yang mengetahuiakan barang gaib, ya Allah, jika Engkau mengetahui perkara aku ingin hidup dengan Insan calon istriku, adalah baik baiku, buat agamaku, buat penghidupan ku dan baik akibat nya, maka tetapkan lah perkara ini untuk ku. Kemudian berilah berkah kebaikan untuk ku. Dan jika Engkau mengetahui sesungguh nya perkara ini jelek bagiku, bagi agamaku, bagi penghidupan ku , dan jelek akibat nya ,maka pisah kan lah kami, pisah yang baik- baik, dan lindungi kami, dari keburukan. Di mana saja berada , dan kemudian jadikan lah kami redha akan keputusan mu. Sungguh ya Allah niatku tulus dan suci , dan Engkaulah yang menjadi saksi bahwa kami saling mencintai.Ya Allah lembutkanlah hati keluarga kami , dan ku mohon syaat Mu, terima kasih ya Allah, amin ya Robbal Alamin,” Arif menunduk,sambil menyeka air matanya. Doa yang baru saja terucap membuat dadanya bergemuruh, memohon serta meyakini bahwa Allah pasti akan memberi jalan keluar buat nya. Tanpa sepengetahuan Arif, sang kakak yang ke tiga nya telah pun duduk tak jauh dari tempat sujud nya .
“Ehem….” suara Mas Mustafa, berdehem, lirih dan Arif agak terkejut mengetahui kakak nya berada di belakang nya.
“Dik, dalam pandangan islam, ada sebuah hadits yang mengupas soal mencari jodoh. Contoh nya yang sering kita baca, yaitu,hadist riwayat dari Abu Hurairah r.a. yang berbunyi separti ini. Dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda, wanita itu di nikahi karena empat perkara, yang pertama; Karena harta benda nya, Yang kedua ; karena keturunan nya, yang ketiga ; karena kecantikan nya, dan yang ke empat, karena agama nya. Jika ketiga di antara nya tidak memenuhi , maka pilih lah karena agamanya. Insya Allah pilihan mu tidak salah dik” ucap Mas Mustofa, pelan namun mampu menggugah hati Arif.
“Oya Dik, apa dia bisa baca qur,an?” tanya Mas Mustofa.
“Allhamdullillah Mas, dia bisa, bahkan saya salut, dia wanita yang kuat, buktinya dia tak pernah lepas kerudung walaupun bekerja di Hongkong, “ jawab Arif, membesar kan hati. Sang kakak hanya menghela nafas, lalu berkata,
“Ya, semoga saja pilihan mu adalah pilihan yang tak keliru Dik. Aku sebagai mas , hanya mampu berdoa untuk kebahagian mu, aku yakin engkau lah yang tahu semua tentang dia, jadi mas yakin akan pilihan mu itu.” Ucap sang kakak , membesar kan hati adik nya, sambil menepuk bahu Arif.
“ Terima kasih ya Mas, saya akan mencoba tuk jadi diri saya sendiri, dan saya benar-benar perlukan doa Mas, semoga pilihan saya tidak keliru.”jawab Arif sambil memeluk tubuh mas nya . Mereka berdua pun berpelukan. Bagi Arif, saat itu bagai ada secercah sinar memasuki relung hati nya yang tengah di landa kegelisahan . Nasehat kakak nya mampu menyinari serta menyingkap awan keresahan nya
Hand phone Arif berdering, namun dia tahu siapa yang menelpon nya.Sebenar nya dia ingin membiarkan hand phone itu , namun tiba-tiba sang kakak ipar muncul dari dapur,
“Dik, hand phone mu bunyi tuh, wah nomer nya Eka kayak nya,” buru-buru sang kakak ipar memberikan nya, Arif pun terpaksa menjawab nya.
“ Wah , maaf sekali Dik Eka,….saya hari ada acara. Bagaimana kalau lain kali saja kita ketemu nya.” Ucap Arif, kala wanita yang baru di kenal nya itu mengajak tuk bertemu, di restorant siang nanti. Sang kakak ipar yang mendengar nya , hanya menggeleng, sambil bibir nya di menceng kan, seolah tengah mencibir.
Arif memegangi kotak kecil yang berisikan cincin emas. Renacanya, dia akan segera ke sana , ke tempat pujaan hati nya, kalau sudah ada waktu yang tepat.
“Sayang,….. tunggu Papa ya.”
Seminggu berlalu. Jauh di sebuah laut selatan, tampak seorang wanita tengah bermain-main dengan putra seamata wayang nya. Jilbab biru yang di kenakan nya menari-nari, di terpa angin yang sepoi. Wajah nya tampak murung , namun dia mencoba untuk ceria di depan putra nya. Dia berlari-lari kecil, sambil mencangklong sandal jepit nya, demi bermain-main dengan putranya. Bahagia rasanya , apabila telah bertemu dengan putra yang amat di cintai dan bermain bersama. Kepulangan nya kini , adalah untuk yang seterus nya, karena dia berjanji pada putra nya untuk tidak kembali merantau. Di lihat nya hand phone di saku gamis, namun tiada yang menyapa nya, baik sms maupun telpon. Dia mendesah. Hati nya gundah, ingin dia mendengar suara kekasih nya , namun mengapa sampai saat ini dia tak ada kabar juga? Dia mencoba untuk mejawab sendiri pertanyaan itu, dengan prasangka yang baik. Semoga mas baik-baik saja ya,
“Mah, kok Om Arif gak datang lagi, apa dia baik- baik saja? Oya, dia baik sekali ya Mah, Syekh mau punya papa seperti dia, he he….” Mendengar ucapan polos putra nya, hati Insan bagai ter iris-iris. Anak itu tak tahu tentang pargolakan yang tengah melanda ibu nya beserta Arif. Di dekap nya tubuh mungil itu, lalu di ciumi nya, walau air mata nya berderai, namun Insan mencoba untuk tersenyum di depan sang buah hati nya.
“Ya Allah, andai bukan dia yang Engkau anugerah kan padaku, biarlah, aku yang akan memilih Mu sebagai tujuan akhir perjalan cintaku. Aku yakin meraih cinta hakiki Mu, lebih indah dari pada cinta-cinta di dunia yang penuh dengan dusta ini,”.
Mobil sedan hitam memasuki halaman rumah. Syekh melonjak-lonjak kegirangan.
“ Mama, ….. Mama,…… Om Arif datang.”